Candi Bubrah terletak di dalam Kawasan Wisata Prambanan, yaitu di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Tidak banyak informasi yang didapat mengenai candi yang saat ini tinggal berupa 'batur' (kaki candi) yang telah rusak dan onggokan batu bekas dinding. Nama 'Bubrah' dalam bahasa Jawa berarti hancur berantakan. Tidak jelas apakah candi ini dinamakan Bubrah karena ketika ditemukan kondisinya memang sudah dalam keadaan (bubrah) berantakan atau karena memang itulah namanya.
Candi bubrah ini berukuran relatif kecil dengan denah dasar persegi panjang, memanjang arah utara-selatan. Ukuran tepatnya tidak bisa didapatkan karena reruntuhan candi ini dikelilingi pagar terkunci. Tinggi batur (kaki) candi sekitar 2 m. Sepanjang pelipit atas dihiasi dengan pahatan berpola simetris. Tidak terlihat adanya sisa-sisa relief pada dinding kaki candi. Tangga naik ke selasar di permukaan batur terletak di sebelah timur, Candi ini dibangun pada abad ke 9 Masehi. Candi Bubrah merupakan reruntuhan peninggalan Candi Buddha. Terletak dalam kawasan wisata Prambanan, tepatnya di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Wisata Candi Klaten
Refrensi Wisata Candi di Klaten
Jumat, 07 September 2018
Candi Prambanan
Candi Prambanan terletak di Km 16 jalan raya Solo - Yogya sebelah utara jalan. yang tidak dapat dipisahkan oleh apapun, banyaknya candi di Yogyakarta ini adalah bukti bahwa Yogyakarta kaya akan sejarah dan budaya dari dulu hingga sekarang.
Candi Prambanan yang sudah sangat tersohor adalah candi yang bercorak agama hindu. Candi ini adalah candi hindu terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Pesona yang dimiliki seakan tidak pernah pudar justru semakin ramai diminati oleh wisatawan yang berkunjung di Yogyakarta. Candi Prambanan memiliki tinggi 47 meter atau lebih tinggi 5 meter dari candi Borobudur. Berada disebelah timur Yogyakarta, sejatinya tempat wisata Candi Prambanan berada di antara 2 wilayah yaitu Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Candi Prambanan seolah sudah menjadi simbol kisah cinta yang melegenda, cerita legenda tersebut merupakan kisah cinta seorang pangeran yang bernana Bandung Bondowoso yang memiliki ketertarikan dan jatuh cinta kepada seorang putri yang bernama Roro Jonggrang. Sayangnya, sang putri Roro Jonggrang tidak mencintai Bandung Bondowoso, terjadilah cinta bertepuk sebelah tangan. Roro Jonggrang pun akhirnya mencari cara agar Bandung Bondowoso tidak lagi mencintainya, lalu Roro Jonggrang mengajukan syarat yang harus dipenuhi jika ingin tetap mencintainya, Bandung Bondowoso harus membuat 1.000 candi dalam waktu 1 malam yang terlihat mustahil. Dengan sangat yakin Bandung Bondowoso pun berani untuk menerima tantangan yang diajukan Roro Jonggrang, dengan kesaktiannya dan dibantu oleh bala bantuan dari bangsa jin akhirnya Bandung Bondowoso hampir menyelesaikan syarat yang diajukan Roro Jonggrang. Melihat hal tersebut, Roro Jonggrang panik dan mencari cara agar Bandung Bondowoso gagal menyelesaikan 1.000 candi. Sang putri pun membangunkan selir-selirnya untuk menumbuk lesung dan membangunkan ayam jago agar berkokok dan membakar api disebelah timur supaya terlihat keadaan sudah pagi. Benar saja usaha Bandung Bondowoso membuat candi sudah mencapai 999 candi tinggal 1 candi lagi. Bandung Bondowoso pun kaget dan mencari tahu ada apa sebenarnya, tidak lama kemudian Bandung Bondowoso mengetahui dirinya dicurangi oleh Roro Jonggang. Mengetahui hal tersebut ia pun sakit hati dan murka sehingga Bandung Bondowoso mengutuk sang Roro Jonggrang menjadi arca untuk candi yang ke-1.000. Seperti itulah kiranya sejarah dari Candi Prambanan.
Candi Prambanan menyimpan keindahan dan kemegahan yang luar biasa tidak kalah dengan lain yang lebih besar. Keindahan Candi Prambanan mampu menyedot wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara, terlebih saat musim liburan Candi Prambanan seakan menjadi destinasi wajib jika anda berwisata di Jogja. Terdapat suatu pertunjukan yang tidak kalah populer yaitu pertunjukan Ramayana Ballet atau Sendratari Ramayana, pertunjukan ini mengambil alur cerita dari relief yang berada di Candi Prambanan yang menceritakan kisah Ramayana. Pertunjukan ini dibuka untuk umum setiap malam dan memiliki jadwal tertentu.
Cara Menuju Lokasi Candi Prambanan
Kota Terdekat dari Prambanan adalah Yogyakarta (17 km barat daya) dan Klaten (3 km utara). Candi Prambanan mudah diakses karena berada di jalan raya Solo - Yogya. Dari kota Yogyakarta anda dapat menggunakan transportasi umum Transjogja yang berhenti di halte pasar Prambanan. Semua bus antar kota jurusan Solo juga bisa mengantar anda sampai depan candi Prambanan. Jika anda menggunakan kendaraan pribadi, Menuju Prambanan menggunakan kendaraan pribadi tidaklah sulit. Cukup melalui jalan raya Solo - Yogya yang bisa diakses dari jalan lingkar luar Yogya atau dari dalam kota Yogya melalui jalan Laksda Adisutjipto.
Tarif wisatawan nusantara per orang untuk sekali masuk
TWC Prambanan
Usia 10 tahun keatas: Rp 40.000
Usia 3 s/d 10 tahun: Rp 20.000
Paket TWC Prambanan, Plaosan, dan Sojiwan
Usia 10 tahun keatas: Rp 60.000
Usia 3 s/d 10 tahun: Rp 30.000
Termasuk premi asuransi Rp 500 per orang
Tarif khusus wisatawan nusantara bagi rombongan pelajar serta mahasiswa per grup setiap kali masuk* (dengan surat pengantar dari sekolah/universitas)
Tarif >20 orang
TWC Prambanan: Rp 20.000
Paket TWC Prambanan, Plaosan, dan Sojiwan: Rp 30.000
Termasuk premi asuransi Rp 500 per orang
Paket Terusan
Prambanan – Ratu Boko (fasilitas shuttle di Prambanan dan Ratu Boko)
Usia 10 tahun keatas: Rp 75.000
Usia 3 s/d 10 tahun: Rp 35.000
Prambanan – Borobudur
Usia 10 tahun keatas: Rp 75.000
Usia 3 s/d 10 tahun: Rp 35.000
Prambanan – Ramayana (ramayana kelas II)
Usia 10 tahun keatas: Rp 150.000
Usia 3 s/d 10 tahun: Rp 135.000
Candi Plaosan Lor
Candi Plaosan Lor dibangun pada pertengahan abad ke-9. Kompleks candi ini terbagi menjadi dua bagian, yakni Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Kedua candi memiliki teras segi empat yang dikelilingi dinding tempat semedi berbentuh gardu di bagian barat serta stupa di sisi lainnya. Karena kesamaan hal tersebut, maka Candi Plaosan kerap disebut sebagai candi kembar.
Masing-masing kelompok candi memiliki halaman yang cukup luas dan dilapisi rumput hijau. Burung-burung pun kerap hinggap di rerumputan, lantas terbang dan kembali hinggap ke atap candi.Dari pahatan relief di antara dua candi induk, kamu bisa melihat bagaimana perasaan cinta diintepretasikan. Relief candi induk sebelah selatan yang menggambarkan laki-laki kono merupakan bentuk kekaguman Pramodyawardani terhadap suaminya. Sedangkan relief di candi utara yang menggambarkan perempuan dianggap sebagai luapan cinta Rakai Pikatan kepada sang istri.
Permukaan teras di Candi Plaosan Lor sangat halus dan berbeda dengan teras candi lain yang dibangun pada kurun waktu yang sama. Menurut beberapa ilmuwan, bisa jadi dulu teras tersebut digunakan sebagai vihara tempat beribadah umat Budha. Hal ini semakin menegaskan bahwa Candi Plaosan selain menjadi bukti cinta, juga menjadi simbol antar umat beragama yang berbeda sudah ada sejak dulu. Meski sang raja Rakai Pikatan beragama Hindu dia tetap memberikan kebebasan kepada istri dan warganya untuk memeluk keyakinan yang berbeda. Candi Plaosan bukan hanya menjadi tanda bersatunya dua wangsa besar, Syailendra dan Sanjaya, namun juga menjadi bukti nyata toleransi umat beragama.
Mengunjungi Candi Plaosan Lor akan menjadi perjalanan yang menyenangkan. Selain bangunan candinya yang cantik, lokasinya yang berada di tengah areal persawahan juga menjajikan eksotisme tersendiri. Pada saat-saat tertentu kamu bisa menikmati kemegahan candi sembari melihat petani yang membajak sawah atau menyaksikan gerobag sapi yang melintas lengkap dengan bunyi gemerincingnya yang khas.
Candi Plaosan Lor ini patut dikunjungi karena banyak yang bisa dilakukan disini, seperti kontemplasi atau merenung sejenak, melepaskan beban pikiran dari urusan-urusan pekerjaan karir yang membuat kamu stres, disini kamu bisa berimajinasi untuk evaluasi diri menenangkan hati. Kemudian hamparan rumput yang luas dan pemandangan candi bisa dijadikan temple running, agar mendapatkan kesan olah raga yang asik. Kalau kamu tim pemuja Sunrise dan sunset, dari sini kamu juga bisa melihat pemandangan matahari ketika terbit dan tenggelam, bakal jadi tempat yang tak terlupakan sekaligus pengalaman baru buat kamu yang sering menunggu-nunggu momment sunrise dan sunset dari pantai atau gunung. Disini juga bisa dijadikan spot untuk hunting dengan keindahan candi danhamparan rumput luas yang bakal menambah feed baru yang gak mainstream kalu nantinya mau kamu post di instagram dan sosmed lainnya. kalo kamu penyuka jalan-jalan dengan bersepeda santai, Candi Plaosan Lor ini bisa jadi track baru buat kamu loh, sambil melihat pemandangan candi dan merasakan hembusan angin yang bikin momment bersepeda kamu tambah seru bareng pasangan maupun keluarga.
Candi Plaosan terletak di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Prambanan, Jawa Tengah. Namun karena lokasinya yang dekat dengan Candi Prambanan dan dekat dengan ibu kota DIY maka orang-orang menganggap Candi Plaosan masih masuk wilayah Yogyakarta.
Meskipun terletak di tengah persawahan dan ladang warga serta tidak dilalui trayek angkutan umum, akses menuju Candi Plaosan sangat mudah. Silahkan susuri jalan Jogja – Solo hingga tiba di kawasan Candi Prambanan. Sesampainya di perempatan menuju pintu masuk Candi Prambanan kamu belok ke utara dan ikuti jalan tersebut. Jika kamu sudah melihat siluet Candi Plaosan di kanan jalan, silahkan kamu belok kanan guna mencapai candi tersebut. Kalau kamu tidak membawa kendaraan sendiri kamu bisa naik bus kota jurusan Jogja – Solo dan turun di Terminal Prambanan atau Bus Trans Jogja rute 1A/2A dan turun di Halte Prambanan. Dari tempat tersebut kamu bisa jalan kaki, naik ojek, atau naik andong. Tenang aja masuk candi ini kamu tidak perlu merogoh kocek yang lebih dalam kok, cuman dengan uang lima ribu rupiah kamu bisa masuk ke lokasi candi yang indah nan asri ini.
Candi Plaosan Kidul
Candi Plaosan Kidul merupakan bagian dari situs purbakala Candi Plaosan yang berada di kabupaten Klaten. Keberadaan situs candi ini sering terlewatkan ketika berkunjung ke Candi Plaosan Lor yang dikenal dengan Candi Plaosan saja. Padahal, letak diantara keduanya cukup dekat dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Beberapa informasi menyebutkan bahwa Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul sebenarnya merupakan satu kesatuan, hanya saja belum dilakukan ekskavasi lebih lanjut disekitar kawasan tersebut.
Candi Plaosan Kidul terletak di dusun Plaosan, desa Bugisan, kecamatan Prambanan, kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Lokasi Candi Plaosan Kidul berada di sebelah selatan Candi Plaosan Lor berjarak sekitar 50-100 meter. Keduanya dibatasi oleh jalan pedesaan, area persawahan, dan lapangan sepakbola perkampungan warga. Untuk menuju ke candi ini dapat dilakukan berjalan kaki dari area parkir Candi Plaosan (Candi Plaosan Lor).
Kompleks Candi Plaosan Kidul dikelilingi oleh pagar besi dengan pintu masuk yang menghadap ke arah barat dan disampingnya terdapat papan nama situs candi. Pengamanannya terkesan tidak seketat Candi Plaosan Lor meskipun area candi cukup luas. Suasana terasa sepi ketika memasuki kawasan candi ini dan berbanding terbalik dengan Candi Plaosan Lor yang sering ramai dikunjungi wisatawan.
Candi Plaosan Kidul diduga dibangun pada abad ke 9 bersamaan dengan Candi Plaosan Lor. Pembangunan candi ini dilakukan oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan pada jaman Kerajaan Mataram Hindu. Dugaan itu berdasarkan analisa De Casparis terhadap isi Prasasti Cri Kahulunan berangka tahun 764 Saka (842 M), yang ditemukan di Magelang. Reruntuhan Candi Plaosan Kidul ditemukan oleh Ijzerman, seorang arkeolog Belanda saat melakukan penelitian pada Agustus 1909. Arkeolog tersebut menemukan 16 candi kecil yang berada dalam tanah dengan keadaan rusak. Pada bulan Oktober 2003, di sekitar Candi Ploasan Kidul ditemukan inskripsi terbuat dari emas berukuran 18,2 cm x 2,2 cm. Inskripsi yang ditulis dengan memakai huruf Jawa Kuno dan menggunakan bahasa Sanskerta. Belum ada penjelasan mengenai penemuan tersebut.
Candi Plaosan Kidul sebagian besar merupakan reruntuhan candi-candi kecil yang biasa disebut candi perwara. Beberapa candi perwara yang ada telah direstorasi dan telah berdiri utuh. Sedangkan sisanya masih dibiarkan menumpuk dan tersebar disekitar kawasan candi. Belum diketahui berapa tepatnya jumlah candi perwara di kawasan Candi Plaosan Kidul. Selain itu belum ada penelitian lebih lanjut apakah Candi Plaosan Kidul memiliki bangunan candi induk seperti Candi Plaosan Lor.
Relief bangunan candi perwara di Candi Plaosan Kidul tidak jauh berbeda dibandingkan dengan Candi Plaosan Lor. Ciri yang paling sering ditemui adalah stupa-stupa mungil di kemuncak candi, hiasan kala pada relung arca dan pintu masuk candi, relief makara pada salah satu pintu candi, dan sebagainya. Untuk alasan keamanan seperti arca yang ditemukan pada relung-relung candi diamankan oleh BP3 Jawa Tengah
Candi Plaosan Kidul memang tidak semenarik Candi Plaosan Lor yang terdapat dua bangunan candi induk megah yang dikelilingi candi perwara dan beberapa area yang memiliki fungsi tertentu. Wisatawan yang datang ke kawasan candi ini hanya sekedar penasaran kemudian segera meninggalkan lokasi. Namun jumlahnya cukup sedikit dan rata-rata yang berkunjung ke kawasan candi ini adalah wisatawan asing. Tidak mengherankan bila pesona Candi Plaosan Kidul ini seakan tenggelam dan terlupakan
Candi Plaosan Kidul terletak di dusun Plaosan, desa Bugisan, kecamatan Prambanan, kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Lokasi Candi Plaosan Kidul berada di sebelah selatan Candi Plaosan Lor berjarak sekitar 50-100 meter. Keduanya dibatasi oleh jalan pedesaan, area persawahan, dan lapangan sepakbola perkampungan warga. Untuk menuju ke candi ini dapat dilakukan berjalan kaki dari area parkir Candi Plaosan (Candi Plaosan Lor).
Kompleks Candi Plaosan Kidul dikelilingi oleh pagar besi dengan pintu masuk yang menghadap ke arah barat dan disampingnya terdapat papan nama situs candi. Pengamanannya terkesan tidak seketat Candi Plaosan Lor meskipun area candi cukup luas. Suasana terasa sepi ketika memasuki kawasan candi ini dan berbanding terbalik dengan Candi Plaosan Lor yang sering ramai dikunjungi wisatawan.
Candi Plaosan Kidul diduga dibangun pada abad ke 9 bersamaan dengan Candi Plaosan Lor. Pembangunan candi ini dilakukan oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan pada jaman Kerajaan Mataram Hindu. Dugaan itu berdasarkan analisa De Casparis terhadap isi Prasasti Cri Kahulunan berangka tahun 764 Saka (842 M), yang ditemukan di Magelang. Reruntuhan Candi Plaosan Kidul ditemukan oleh Ijzerman, seorang arkeolog Belanda saat melakukan penelitian pada Agustus 1909. Arkeolog tersebut menemukan 16 candi kecil yang berada dalam tanah dengan keadaan rusak. Pada bulan Oktober 2003, di sekitar Candi Ploasan Kidul ditemukan inskripsi terbuat dari emas berukuran 18,2 cm x 2,2 cm. Inskripsi yang ditulis dengan memakai huruf Jawa Kuno dan menggunakan bahasa Sanskerta. Belum ada penjelasan mengenai penemuan tersebut.
Candi Plaosan Kidul sebagian besar merupakan reruntuhan candi-candi kecil yang biasa disebut candi perwara. Beberapa candi perwara yang ada telah direstorasi dan telah berdiri utuh. Sedangkan sisanya masih dibiarkan menumpuk dan tersebar disekitar kawasan candi. Belum diketahui berapa tepatnya jumlah candi perwara di kawasan Candi Plaosan Kidul. Selain itu belum ada penelitian lebih lanjut apakah Candi Plaosan Kidul memiliki bangunan candi induk seperti Candi Plaosan Lor.
Relief bangunan candi perwara di Candi Plaosan Kidul tidak jauh berbeda dibandingkan dengan Candi Plaosan Lor. Ciri yang paling sering ditemui adalah stupa-stupa mungil di kemuncak candi, hiasan kala pada relung arca dan pintu masuk candi, relief makara pada salah satu pintu candi, dan sebagainya. Untuk alasan keamanan seperti arca yang ditemukan pada relung-relung candi diamankan oleh BP3 Jawa Tengah
Candi Plaosan Kidul memang tidak semenarik Candi Plaosan Lor yang terdapat dua bangunan candi induk megah yang dikelilingi candi perwara dan beberapa area yang memiliki fungsi tertentu. Wisatawan yang datang ke kawasan candi ini hanya sekedar penasaran kemudian segera meninggalkan lokasi. Namun jumlahnya cukup sedikit dan rata-rata yang berkunjung ke kawasan candi ini adalah wisatawan asing. Tidak mengherankan bila pesona Candi Plaosan Kidul ini seakan tenggelam dan terlupakan
Candi Sewu
Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Dari kota Yogyakarta jaraknya sekitar 17 km ke arah Solo.
Candi Sewu merupakan gugus candi yang letaknya berdekatan dengan Candi Prambanan, yaitu kurang lebih 800 meter di sebelah selatan arca Rara Jongrang.
Candi sewu ini diperkirakan dibangun pada abad ke-8, atas perintah penguasa Kerajaan Mataram pada masa itu, yaitu Rakai Panangkaran (746-784 M) dan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Walaupun rajanya beragama Hindu, Kerajaan Mataram pada masa mendapat pengaruh kuat dari Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Para ahli menduga bahwa Candi Sewu merupakan pusat kegiatan keagamaan masyarakat beragama Buddha. Dugaan tersebut didasarkan pada isi prasasti batu andesit yang ditemukan di salah satu candi perwara. Prasasti yang ditulis dalam bahasa Melayu Kuno dan berangka tahun 792 Saka tersebut dikenal dengan nama Prasasti Manjusrigrta. Dalam prasasti tersebut diceritakan tentang kegiatan penyempurnaan prasada yang bernama Wajrasana Manjusrigrha pada tahun 714 Saka (792 Masehi). Nama Manjusri juga disebut dalam Prasasti Kelurak tahun 782 Masehi yang ditemukan di dekat Candi Lumbung.
Candi Sewu terletak berdampingan dengan Candi Prambanan, sehingga saat ini Candi Sewu termasuk dalam kawasan wisata Candi Prambanan. Di lingkungan kawasan wisata tersebut juga terdapat Candi Lumbung dan Candi Bubrah. Tidak jauh dari kawasan tersebut terdapat juga beberapa candi lain, yaitu: Candi Gana, sekitar 300 m di sebelah timur, Candi Kulon sekitar 300 m di sebelah barat, dan Candi Lor sekitar 200 m di sebelah utara. Letak candi Sewu, candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur, dengan candi Prambanan, yang merupakan candi Hindu, menunjukan bahwa pada masa itu masyarakat beragama Hindu dan masyarakat beragama Buddha hidup berdampingan secara harmonis.
Candi Sewu, mmemilik arti yang dalam bahasa Jawa berarti seribu, menunjukkan bahwa candi yang tergabung dalam gugusan Candi Sewu tersebut jumlahnya cukup besar, walaupun sesungguhnya tidak mencapai 1000 buah. Tepatnya, gugusan Candi Sewu terdiri atas 249 buah candi, terdiri atas 1 candi utama, 8 candi pengapit atau candi antara, dan 240 candi perwara. Candi utama terletak di tengah, di ke empat sisinya dikelilingi oleh candi pengapit dan candi perwara dalam susunan yang simetris.
Candi Sewu merupakan gugus candi yang letaknya berdekatan dengan Candi Prambanan, yaitu kurang lebih 800 meter di sebelah selatan arca Rara Jongrang.
Candi sewu ini diperkirakan dibangun pada abad ke-8, atas perintah penguasa Kerajaan Mataram pada masa itu, yaitu Rakai Panangkaran (746-784 M) dan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Walaupun rajanya beragama Hindu, Kerajaan Mataram pada masa mendapat pengaruh kuat dari Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Para ahli menduga bahwa Candi Sewu merupakan pusat kegiatan keagamaan masyarakat beragama Buddha. Dugaan tersebut didasarkan pada isi prasasti batu andesit yang ditemukan di salah satu candi perwara. Prasasti yang ditulis dalam bahasa Melayu Kuno dan berangka tahun 792 Saka tersebut dikenal dengan nama Prasasti Manjusrigrta. Dalam prasasti tersebut diceritakan tentang kegiatan penyempurnaan prasada yang bernama Wajrasana Manjusrigrha pada tahun 714 Saka (792 Masehi). Nama Manjusri juga disebut dalam Prasasti Kelurak tahun 782 Masehi yang ditemukan di dekat Candi Lumbung.
Candi Sewu terletak berdampingan dengan Candi Prambanan, sehingga saat ini Candi Sewu termasuk dalam kawasan wisata Candi Prambanan. Di lingkungan kawasan wisata tersebut juga terdapat Candi Lumbung dan Candi Bubrah. Tidak jauh dari kawasan tersebut terdapat juga beberapa candi lain, yaitu: Candi Gana, sekitar 300 m di sebelah timur, Candi Kulon sekitar 300 m di sebelah barat, dan Candi Lor sekitar 200 m di sebelah utara. Letak candi Sewu, candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur, dengan candi Prambanan, yang merupakan candi Hindu, menunjukan bahwa pada masa itu masyarakat beragama Hindu dan masyarakat beragama Buddha hidup berdampingan secara harmonis.
Candi Sewu, mmemilik arti yang dalam bahasa Jawa berarti seribu, menunjukkan bahwa candi yang tergabung dalam gugusan Candi Sewu tersebut jumlahnya cukup besar, walaupun sesungguhnya tidak mencapai 1000 buah. Tepatnya, gugusan Candi Sewu terdiri atas 249 buah candi, terdiri atas 1 candi utama, 8 candi pengapit atau candi antara, dan 240 candi perwara. Candi utama terletak di tengah, di ke empat sisinya dikelilingi oleh candi pengapit dan candi perwara dalam susunan yang simetris.
Candi Lumbung
Candi Lumbung terletak di Dusun Tlatar, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Candi ini berada tepat di tepi Kali Apu, yang mengalir dari Gunung Merapi di lereng sisi barat. Tempat ini dapat dicapai dari jalan raya Yogyakarta-Magelang di pertigaan Blabak (sekitar pabrik kertas) ke arah Ketep. Candi ini terletak berdekatan dengan dua candi lain, yaitu Candi Pendem dan Candi Asu. Ketiga candi sering disebut dengan Candi-candi Sengi.
Tidak jelas apakah nama Lumbung memang merupakan nama candi ini atau nama itu hanya merupakan sebutan masyarakat di sekitarnya karena bentuknya yang mirip lumbung (bangunan tempat penyimpanan padi).
Candi Lumbung ini merupakan gugus candi yang terdiri atas 17 bangunan, yaitu satu candi utama yang terletak di pusat, dikelilingi oleh 16 candi perwara. Halaman komples Candi Lumbung ini ditutup hamparan batu andesit.
Candi Lumbung utama, yang sendiri saat ini sudah tinggal reruntuhan, berbentuk poligon bersisi 20 dengan denah dasar seluas 350 m2. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Tangga dan pintu masuk terletak di sisi timur. Pintu masuk dilengkapi bilik penampil dan lorong menuju ruang dalam tubuh candi. Bagian luar dinding di keempat sisi dihiasi pahatan-pahatan gambar lelaki dan perempuan dalam ukuran yang hampir sama dengan kenyataan. Gambar pada dinding yang mengapit pintu masuk adalah Kuwera dan Hariti.
Pada dinding Candi Lumbung luar di sisi utara , barat dan selatan terdapat relung tempat meletakkan arca Dhyani Buddha. Jumlah relung pada masing-masing sisi adalah 3 buah, sehingga jumlah keseluruhan adalah 9 buah, Saat ini tak satupun relung yang berisi arca. Atap candi utama sudah hancur, namun diperkirakan berbentuk stupa dengan ujung runcing, mirip atap candi perwara. Di sekeliling halaman candi utama terdapat pagar yang saat ini tinggal reruntuhan. Candi perwara yang berjumlah 16 buah berbaris mengelilingi candi utama.
Candi Lumbung, Seluruh candi perwara menghadap ke arah candi utama. Masing-masing candi perwara berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar sekitar 3 m2. Dinding tubuh candi polos tanpa hiasan. Di sisi timur, tepat di depan pintu, terdapat tangga yang dilengkapi dengan pipi tangga. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah. Atap candi perwara berbentuk kubus bersusun dengan puncak stupa. Setiap sudut kubus dihiasi dengan stupa kecil. Di ruang dalam tubuh candi perwara terdapat batu mirip tatakan arca yang disusun berjajar.
Tidak jelas apakah nama Lumbung memang merupakan nama candi ini atau nama itu hanya merupakan sebutan masyarakat di sekitarnya karena bentuknya yang mirip lumbung (bangunan tempat penyimpanan padi).
Candi Lumbung ini merupakan gugus candi yang terdiri atas 17 bangunan, yaitu satu candi utama yang terletak di pusat, dikelilingi oleh 16 candi perwara. Halaman komples Candi Lumbung ini ditutup hamparan batu andesit.
Candi Lumbung utama, yang sendiri saat ini sudah tinggal reruntuhan, berbentuk poligon bersisi 20 dengan denah dasar seluas 350 m2. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar 2,5 m. Tangga dan pintu masuk terletak di sisi timur. Pintu masuk dilengkapi bilik penampil dan lorong menuju ruang dalam tubuh candi. Bagian luar dinding di keempat sisi dihiasi pahatan-pahatan gambar lelaki dan perempuan dalam ukuran yang hampir sama dengan kenyataan. Gambar pada dinding yang mengapit pintu masuk adalah Kuwera dan Hariti.
Pada dinding Candi Lumbung luar di sisi utara , barat dan selatan terdapat relung tempat meletakkan arca Dhyani Buddha. Jumlah relung pada masing-masing sisi adalah 3 buah, sehingga jumlah keseluruhan adalah 9 buah, Saat ini tak satupun relung yang berisi arca. Atap candi utama sudah hancur, namun diperkirakan berbentuk stupa dengan ujung runcing, mirip atap candi perwara. Di sekeliling halaman candi utama terdapat pagar yang saat ini tinggal reruntuhan. Candi perwara yang berjumlah 16 buah berbaris mengelilingi candi utama.
Candi Lumbung, Seluruh candi perwara menghadap ke arah candi utama. Masing-masing candi perwara berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m dengan denah dasar sekitar 3 m2. Dinding tubuh candi polos tanpa hiasan. Di sisi timur, tepat di depan pintu, terdapat tangga yang dilengkapi dengan pipi tangga. Di atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah. Atap candi perwara berbentuk kubus bersusun dengan puncak stupa. Setiap sudut kubus dihiasi dengan stupa kecil. Di ruang dalam tubuh candi perwara terdapat batu mirip tatakan arca yang disusun berjajar.
Candi Sojiwan
Candi Sojiwan merupakan perpaduan antara candi hindu dan budha. Di candi ini wisatawan dapat menyaksikan aneka relief yang berisikan fabel atau bersantai di tamannya nan cantik dan asri.
Candi Sojiwan, Mungkin tak banyak orang yang tau mengenai keberadaan Candi Sojiwan. Hal ini bisa saja dikarenakan candi ini baru selesai dipugar dan dibuka sebagai tempat wisata pada tahun 2011. Sebelum itu candi ini hanya berupa reruntuhan dan bongkahan-bongkahan batu yang tidak menarik untuk dikunjungi. Padahal, lokasi candi ini tidak jauh dari Candi Prambanan dan Candi Plaosan yang sudah dikenal wisatawan lebih dulu.
Bentuk Candi Sojiwan memiliki gaya bangunan yang sama dengan Candi Prambanan, ramping dan tinggi. Namun ada 1 hal mendasar yang membedakannya, jika Candi Prambanan merupakan candi hindu, maka Candi Sojiwan merupakan perkawinan antara candi hindu dan budha. Atap candi bersusun tiga. Pada tiap tingkatannya terdapat jajaran stupa kecil, sedangkan di puncak candi terdapat stupa yang besar.
Candi Sojiwan dibangun oleh Raja Balitung sebagai bentuk penghormatan terhadap neneknya, Nini Haji Rakryan Sanjiwana, yang beragama Budha. Nama Sojiwan juga berasal dari nama neneknya, Sanjiwana. Satu hal yang menarik, di kaki Candi Sojiwan terdapat relief binatang atau fabel yang berhubungan dengan cerita Jataka. Diantaranya relief kera yang sedang mentiasati buaya sehingga bisa menyeberang sungai, perlombaan antara garuda dan kura-kura, dan masih banyak lagi.
Bagi orangtua yang gemar mendongeng, candi ini sangat cocok dikunjungi bersama anak-anak. Sembari mengelilingi bangunan candi, orangtua bisa mendongeng berdasarkan dari relief yang ada di dinding candi. Jika sudah lelah, bersantai di taman berumput hijau nan asri bisa menjadi pilihan. Menghabiskan sore atau akhir pekan di tempat ini pun akan menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Lokasi dan Akses
Candi Sojiwan terletak di Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Meski secara administratif masuk wilayah Jawa Tengah, lokasi Candi Sojiwan cukup dekat dengan Yogyakarta. Jika datang dari arah Yogyakarta, Anda cukup belok kanan di lampu merah Gerbang Candi Prambanan. Setelah itu ikuti jalan hingga menyeberang rel kereta api dan areal persawahan. Di pertigaan pertama silahkan belok kiri (timur), Candi Sojiwan terletak tidak jauh dari situ.
Candi Sojiwan, Mungkin tak banyak orang yang tau mengenai keberadaan Candi Sojiwan. Hal ini bisa saja dikarenakan candi ini baru selesai dipugar dan dibuka sebagai tempat wisata pada tahun 2011. Sebelum itu candi ini hanya berupa reruntuhan dan bongkahan-bongkahan batu yang tidak menarik untuk dikunjungi. Padahal, lokasi candi ini tidak jauh dari Candi Prambanan dan Candi Plaosan yang sudah dikenal wisatawan lebih dulu.
Bentuk Candi Sojiwan memiliki gaya bangunan yang sama dengan Candi Prambanan, ramping dan tinggi. Namun ada 1 hal mendasar yang membedakannya, jika Candi Prambanan merupakan candi hindu, maka Candi Sojiwan merupakan perkawinan antara candi hindu dan budha. Atap candi bersusun tiga. Pada tiap tingkatannya terdapat jajaran stupa kecil, sedangkan di puncak candi terdapat stupa yang besar.
Candi Sojiwan dibangun oleh Raja Balitung sebagai bentuk penghormatan terhadap neneknya, Nini Haji Rakryan Sanjiwana, yang beragama Budha. Nama Sojiwan juga berasal dari nama neneknya, Sanjiwana. Satu hal yang menarik, di kaki Candi Sojiwan terdapat relief binatang atau fabel yang berhubungan dengan cerita Jataka. Diantaranya relief kera yang sedang mentiasati buaya sehingga bisa menyeberang sungai, perlombaan antara garuda dan kura-kura, dan masih banyak lagi.
Bagi orangtua yang gemar mendongeng, candi ini sangat cocok dikunjungi bersama anak-anak. Sembari mengelilingi bangunan candi, orangtua bisa mendongeng berdasarkan dari relief yang ada di dinding candi. Jika sudah lelah, bersantai di taman berumput hijau nan asri bisa menjadi pilihan. Menghabiskan sore atau akhir pekan di tempat ini pun akan menjadi kegiatan yang menyenangkan.
Lokasi dan Akses
Candi Sojiwan terletak di Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Meski secara administratif masuk wilayah Jawa Tengah, lokasi Candi Sojiwan cukup dekat dengan Yogyakarta. Jika datang dari arah Yogyakarta, Anda cukup belok kanan di lampu merah Gerbang Candi Prambanan. Setelah itu ikuti jalan hingga menyeberang rel kereta api dan areal persawahan. Di pertigaan pertama silahkan belok kiri (timur), Candi Sojiwan terletak tidak jauh dari situ.
Langganan:
Postingan (Atom)